Hati-Hati! MUI Beberkan Bahwa Belum Sampai 10% Produk yang Beredar di Indonesia Bersertifikat Halal

Oleh Editor, 16 Maret 2022
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan belum sampai 10% dari produk-produk yang ada di Indonesia mendapatkan sertifikasi halal.

Oleh karena itu, ada lebih penguatan dalam proses sertifikasi halal untuk produk-produk yang ada di Indonesia.

Demikian Ketua Bidang Halal dan Ekonomi Syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sholahudin Al Aiyub dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV yang membahas soal ‘Sertifikasi Halal yang Kini Diterbitkan Kemenag’, Rabu (16/3/2022).

“Untuk sampai saat ini belum sampai sekitar 10 persen (yang mendapatkan sertifikasi halal) dari semua produk yang ada, jadi oleh karena itu ada lebih penguatan pada proses sertifikasi halal,” ujar Sholahudin.

“Lembaga pemeriksa halal yang dulunya itu hanya ada LBPOM MUI, ke depan dibuka ruang untuk yang lain saat ini ada Sucofindo dan Survuyor Indonesia,” tambahnya.

Dalam keterangannya, Sholahudin menambahkan perihal sertifikasi halal yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag) sebenarnya sudah mulai sejak 2014.

Tapi pada 2014 memang belum dilaksanakan karena masih menyusun sejumlah peraturan pelaksanaan yang lain, baik itu peraturan pemerintah maupun keputusan Menteri Agama.

“Sejak awal itu memang sudah ada aturan di dalam UU yang mengatakan proses sertifikasi halal yang awalnya itu adalah di Majelis Ulama Indonesia secara penuh, nanti ke depannya itu akan berbagi tanggung jawab,” ujar Sholahudin.

Misalnya aspek administrasi, kata Sholahudin, dimana pendaftaran dan penerbitan sertifikat halal menjadi domain pemerintah.

Kemudian ada juga aspek scientific, yakni pemeriksaan bahan baku, proses produksi yang dilakukan oleh pemerintah.

“Hasil dari kerja peneliti ini yang kemudian dibawa ke fatwa, difatwakan, apakah ini masuk kriteria halal atau tidak, kalau halal diterbitkan fatwanya, dan kemudian fatwa itu yang jadi pijakan BPJPH mengeluarkan suratnya,” ujar Sholahudin.

Sebagaimana diketahui, saat ini perihal sertifikasi halal menjadi perbincangan lantaran ada perubahan logo yang dikritisi multitafsir.

Seperti halnya disampaikan Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf dalam kesempatan yang sama.

“Logo itu kan melambangkan sesuatu yang rumit menjadi sederhana, jadi proses halal itu kan panjang rumit, tetapi ketika sudah ada logo halal itu maknanya dalam waktu 1 sampai 3 detik orang paham, oo itu barang sudah halal,” kata Bukhori.

“Karenanya (logo yang) terlihat, terbaca, jelas, (orang langsung) mengerti, tidak perlu multitafsir, tidak perlu salah baca,” tambahnya.

Atas dasar itu, lanjut Bukhori, yang terpenting dalam konteks logo halal selain seninya adalah kejelasan tulisannya. Sebab logo dibaca bukan hanya bagi orang yang pendidikan, tapi juga untuk masyarakat awam.

“Tapi kemudian ketika dibaca oleh orang yang tidak memahami itu orang awam dia akan kesulitan ini apa bacanya ini,” ujarnya.

“Nah kalau di bantah, oo itu kan ada tulisan halal Indonesia, nah halal Indonesia itu bukan logo, dia tulisan, dia tidak mencerminkan satu representative daripada proses yang panjang yang rumit lagi,” lanjut Bukhori.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Agama menerbitkan logo halal baru bentuk gunungan, yang di dalam nya ada huruf arab terdiri atas huruf ha, lam, alif, dan lam dalam satu rangkaian hingga terbaca halal.

Di bagian bawah gunungan dengan tulisan arab halal, ada kata halal Indonesia yang mempertegas tulisan arab dalam gunungan.

Dominasi logo halal terbaru ini berwarna ungu yang merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir, dan imajinasi.

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

 
Copyright © CyberJawa.com
All rights reserved